Reservasi Tanaman Buah Nusantara: [Part 1] Kepel Kesukaan Keraton Yogyakarta

SARPRAS - Amphitheater yang telah sukses di bangun oleh Direktorat Sarana dan Prasarana Universitas Airlangga (DITSARPRAS UNAIR) bukanlah amphitheater biasa. Amphitheater ini juga menjadi titik awal dari impian besar dalam melestarikan lingkungan.

 

Di sekitaran amphitheater telah ditanam beberapa tanaman buah nusantara yang telah masuk dalam kategori tanaman langka dan membutuhkan perhatian khusus dalam pelestariannya.

 

Keberadaan tanaman nusantara ini dapat dimanfaatkan oleh sivitas UNAIR dan menjadi langkah awal dalam upaya melestarikan tanaman nusantara yang langka.

 

Sebelum itu, mari mengenal lebih banyak tentang tanaman-tanaman nusantara tersebut, yang pertama adalah kepel.

 

Kepel dengan nama ilmiah Stelechocarpus burahol (BI.) Hook.f.& Th., family Annonaceae merupakan salah jenis pohon buah asli dari Indonesia. Nama kepel mengacu pada ukuran buah yang hanya sebesar kepalan tangan.

 

Kepel juga dikenal sebagai kecindul, simpol, cindul (Jawa), burahol, turalak (Sunda), sedangkan di Inggris dikenal dengan sebutan kepel (Keppel).

 

Persebaran Kepel ada di Asia Tenggara sampai dengan Solomon dan Australia. Di Indonesia sendiri, daerah persebaran kepel meliputi Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Bali. 

 

Pada beberapa daerah di Pulau Jawa, dapat dijumpai pohon kepel dalam jumlah yang cukup banyak di Magelang maupun di Taman Nasional Meru Betiri.

 

Kepel dapat tumbuh liar di hutan dan tempat-tempat seluruh Jawa pada ketinggian 150-300 m dpl, di hutan sekunder yang terdapat di dataran rendah hingga ketinggian 600 m dpl dengan kondisi cahaya matahari yang cukup. 

 

Selain itu, kepel juga dapat tumbuh baik di antara rumpun bambu di mana tumbuhan lain sudah tidak mungkin dapat bersaing. Musim berbunga terjadi pada bulan September-Oktober dan berbuah pada Maret-April.

 

Pohon kepel berbatang besar dengan tinggi mencapai 20 m, berbenjol-benjol akibat bekas tangkai bunga dan buah. Pohonnya berbentuk kerucut, cabang-cabangnya tumbuh hampir mendatar. 

 

Pohon Kepel

 

Daunnya berbentuk bulat lonjong, ada juga yang berupa daun tunggal bagian tepi daun daun muda berwarna hijau mengkilat. daun tua hijau tua. 

 

Bunga berwarna kuning pucat atau hijau kekuningan, berbulu, berbau sedikit wangi dan termasuk bunga tunggal. Bunga ini tumbuh menempel pada batang tanaman dekat dengan permukaan tengah, sampai dekat dengan dahan-dahan pohon. 

 

Buah kepel berbentuk bulat lonjong atau membulat dengan permukaan halus tanpa duri, diameter 4-7cm, bagian pangkalnya agak meruncing. Ukurannya sebesar kepalan tangan orang dewasa. 

 

Warna buahnya coklat keabu-abuan, dan jika sudah tua (matang) akan berubah menjadi coklat tua. 

 

Daging buahnya agak kekuningan sampai kecoklatan, rasanya manis, bijinya berukuran besar dengan jumlah biji dalam setiap buah sekitar 4-6 biji. Rasa buahnya seperti labu dengan aroma mawar.

 

Buah Kepel

 

Zaman dulu, kepel menjadi buah kesukaan kerabat keraton, terutama putri keraton dan terkenal dengan sebutan buah "deodoran" karena dapat mengharumkan bau keringat, bau nafas, hingga bau air seni.

 

Tak berhenti sampai disitu, buah kepel dan daunnya juga memiliki banyak manfaat seperti penurun kadar asam urat, penurun kadar kolesterol, peluruh air kencing, mencegah radang ginjal, sebagai sumber antioksidan, maupun sebagai pencegah kanker (anti mutagenesis) dan (anti carcinogenesis).

 

Pohon kepel juga dapat dimanfaatkan sebagai peneduh sekaligus penghias. Sebagai peneduh, pohon kepel, bisa tumbuh besar dan rimbun. Sebagai penghias, pohon kepel memiliki daya tarik tersendiri.

 

Selain itu, kayunya dapat digunakan sebagai bahan industri atau bahan perabot rumah tangga.

 

Sayangnya, kepel termasuk tanaman langka dan jarang ditanam. Hal ini dikarenakan nilai ekonomisnya dianggap kurang menguntungkan dibanding tanaman buah lainnya. 

 

Sehingga dengan ditanamnya kepel di sekitaran amphitheater, diharapkan sivitas UNAIR dapat bekerjasama dalam melestarikan dan menyelamatkan tanaman nusantara dari kelangkaan.





Referensi

Angio, Melisnawati H., Firdiana, Elok Rifqi. 2021. KEPEL (Stelechocarpus burahol (Blume) Hook & Thompson), Buah Langka Khas Keraton Yogyakarta: Sebuah Koleksi Kebun Raya Purwodadi. Warta Kebun Raya 19 (2), hal. 7-13.

Haryjanto, L., 2012. Konservasi Kepel (Stelechocarpus burahol (Blume) Hook.f & Thomson) : Jenis Yang telah Langka. Mitra Hutan Tanaman Vol.7 No.1, April 2012, 11-17.

Mogea, J.P. 2001. Kategori dan kriteria tumbuhan langka dalam Mogea JP, Djunaedi Gandawidjaya, Harry Wiriadinata, Rusdy E. Nasution dan Irawati. Tumbuhan Langka Indonesia. Puslitbang Biologi-LIPI.

Sari, Visca Riani. 2012. Variasi Morfologi Tanaman Kepel (Stelechocarpus burahol (Blume) Hook.f & Thomson) yang Tumbuh Pada Ketinggian Berbeda. Skripsi, hal. 1-74.

Shiddiqi, T., Rindiastuti, Y. dan Nuraini, S.W. 2008. Potensi in vitro zat sitotoksik anti kanker daun tanaman kepel (Stelechocarpus burahol) terhadap Carcinoma colorectal. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. hal. 1-15.

  Kirim